Perjalanan Dinas ke Negara Sendiri

Oleh F. Agustimahir


Di pekerjaan terakhir sebelum saya tiba di Jepang, jarang sekali saya melakukan perjalanan dinas. Karena memang sebagian besar pekerjaan saat itu selesai di kantor, baik menerjemahkan berbagai dokumen, ataupun menjadi penjurubahasa di berbagai rapat.

Berbeda dengan pekerjaan sebagai CIR di Prefektur Yamanashi saat ini. Salah satu tugasnya adalah mengenalkan daya tarik Yamanashi kepada warga asing, baik yang berada di luar maupun di Jepang. Oleh karenanya, saya kerap berkunjung ke berbagai fasilitas wisata yang ada di Yamanashi. Beberapa dari hasil kunjungan tersebut ditulis di blog bersama dengan staf asing lain.

Hampir setahun lebih setelah tiba di Jepang, akhirnya kesempatan untuk berkunjung ke Indonesia datang juga. Bisa jadi perjalanan dinas ke Indonesia dari Jepang adalah hal biasa bagi beberapa warga Indonesia yang tinggal di Jepang, tapi tetap saja bagi saya ini adalah hal yang luar biasa. Karena perjalanan dinas ini bisa mengobati rasa rindu tanah air, meski hanya berkunjung dalam waktu singkat. 

Apalagi kalau bukan makanan Indonesia sebagai obat rindu paling mujarab.

Nah, agenda dinas kali ini adalah menghadiri pameran wisata tahunan yang diselenggarakan oleh Garuda Indonesia, Garuda Travel Fair 2017. Prefektur Yamanashi secara berkala mengikuti kegiatan ini, setelah sebelumnya ikut berpartisipasi pada GATF 2015.

Ketemu adik kelas yang kebetulan jaga warung sebelah. 

Prefektur Yamanashi serta beberapa peserta dari prefektur lain maupun pihak swasta Jepang bergabung ke dalam satu wilayah stand yang dikelola oleh JNTO. Banyak pihak di Jepang tidak ingin menyia-nyiakan peluang yang timbul berkat tingginya kunjungan wisatawan internasional yang terus bertambah tiap tahunnya ke Jepang.

Prefektur Yamanashi sendiri memiliki misi khusus, yaitu memperkenalkan bahwa gunung Fuji ada (juga) di Yamanashi. Oleh karenanya motto yang digunakan adalah ‘Yamanashi Rumah Gunung Fuji’. 

'Yamanashi Rumah Gunung Fuji'

Sayangnya, jujur saja, sebelum berangkat ke Jepang pun gambaran yang melekat di benak saya adalah gunung Fuji itu ada di prefektur Shizuoka. Saya sangat kaget ketika pertama kali menerima pamflet dan buku saku pariwisata Yamanashi di antara berkas-berkas terkait persiapan keberangkatan ke Jepang yang memberitakan bahwa gunung Fuji ada di Yamanashi. 

Ternyata, wilayah gunung Fuji itu terbagi dua, dengan sebelah utara masuk ke prefektur Yamanashi dan sebelah selatan masuk ke prefektur Shizuoka. Terkadang hal ini pun memicu perdebatan sengit yang entah serius atau bercanda, bahwa gunung Fuji lebih indah untuk dilihat dari Yamanashi atau Shizuoka, atau bahkan dari Hakone di Kanagawa. Saya dan Yoza (CIR Prefektur Shizuoka) pun pernah berdebat soal ini hingga ditengahi oleh Mbak Icha (CIR Kota Kochi). 

Tak elok katanya. Hehe. 

Kembali soal dinas, selama tiga hari dari kami membagikan berbagai informasi tentang lokasi wisata di Yamanashi melalui media pamflet maupun buku saku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kami pun membagikan cindera mata bagi pengunjung yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket. 

Di sela-sela kesibukan menjaga stand, ada saja hal-hal menarik yang lucu untuk diceritakan. Terutama ketika melihat antusiasme para pengunjung pameran. 

Beberapa pengunjung.

Pertama, ketika melihat antrian pengunjung yang mengular di depan gerbang utama yang sudah menunggu beberapa jam sebelum pameran dibuka. Demi tiket promo yang terbatas itu. Pihak keamanan berkali-kali mengingatkan pengunjung supaya tidak berlarian ketika memasuki gedung. Tetap saja banyak yang berlarian, tapi syukurnya tidak ada yang terjatuh. Sepertinya sih. 

Kedua, ketika melihat tipe pengunjung pengumpul cindera mata. Hampir setiap stand didatangi hanya untuk meminta cindera mata. Baik yang diberikan secara cuma-cuma, maupun yang sedikit ‘bersyarat’ seperti angket yang kami berikan.  Seakan-akan cindera mata adalah hal utama yang harus dicari. Ini mengingatkan saya ketika masih SMA dulu di Bandung. Mendatangi berbagai pameran pendidikan luar negeri untuk mendapatkan cindera mata. Ah senangnya dapat tas gratisan. 

Ketiga, ketika mendapatkan pengunjung yang lebih aktif bercerita daripada kita sendiri. Ada seorang bapak paruh baya, yang begitu saya selesai menjelaskan berbagai pariwisata menarik di Yamanashi, beliau langsung bercerita pengalaman bulan madunya di Jepang. Sangat rinci, lengkap dengan foto dan tempat-tempat yang dikunjunginya dahulu. 

Saking panjangnya sampai membuat saya menyelinap undur diri dengan alasan mau ke kamar kecil. 

Beliau bahkan masih ada ketika saya kembali dari kamar kecil dan masih berbincang dengan rekan saya. Hebatnya lagi, esoknya pun beliau masih hadir dan menceritakan hal yang sama kepada penjaga stand di sebelah kami. Memang bapak paruh baya yang penuh semangat. 

Terlepas dari kegiatan yang melelahkan dan berbagai pengalaman menarik, saya merasa senang, karena ada beberapa pengunjung yang datang ke stand kami akhirnya betul-betul berkunjung ke Yamanashi dan mencoba hal yang telah saya kenalkan pada mereka. 

Selain dari hal-hal tadi, perjalanan dinas kali ini pun menjadi ajang terbaik untuk mengenalkan sajian khas Indonesia kepada rekan yang baru pertama kali ke Indonesia. 

Beberapa yang berhasil saya berikan (atau tepatnya, saya paksakan) adalah nasi gudeg, nasi padang, jamu gendong, daaaaaaaaaan pancake durian! Nasi gudeg kami pesan lewat Go-food, nasi padang kami beli di kantin pameran, jamu gendong kami minum saat sarapan di hotel.

Jamu dulu ah.

Menurutnya, nasi gudeg dan nasi padang rasanya enak. Meski nasi padang memang cukup pedas. Serta, baginya minum jamu itu rasanya aneh.

Nasi padang sip.

Khusus untuk pancake durian, asalnya saya ingin memberikan (iya, memaksakan) durian segar, tapi mungkin karena sedang tidak musim saya tidak berhasil menemukannya. Hingga akhirnya saya menemukan pancake durian di sebuah toko swalayan. Pertama kalinya, saya berhasil membuat rekan orang Jepang mencicipi durian! Hore!

Tantangan terberat. Pancake durian.

Sayangnya, bagi dia rasa durian itu sangat tidak enak. Maaf ya, kawan. 

Sesaat sebelum pulang ke Jepang, saya berhasil menyempatkan diri untuk berbelanja berbagai bumbu dan makanan Indonesia. Cukup banyak persediaan yang saya beli hingga saya kemas ke dalam kardus. Tapi, saya lupa bawa nasi padang pesanan istri....

Saya harus lebih hati-hati di perjalanan dinas berikutnya, serta harus bawa satu koper kosong khusus untuk oleh-oleh. 

Sekian dulu cerita kali ini. Sampai jumpa lagi ya di tulisan-tulisan berikutnya.
😆

Comments