oleh F. Agustimahir
Membagikan buah bersama Pak Gubernur |
*Peringatan. Wahai pembaca yang budiman, tulisan ini bisa saja panjang sekali dan melelahkan anda. Meski demikian, saya berdoa supaya tetap ada manfaatnya. Hehe. *
Sekitar dua minggu yang lalu saya baru pulang dari kegiatan dinas di Jakarta. Tepatnya tanggal 15 dan 16 Juli. Ini adalah kali keempat saya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Indonesia sebagai CIR Prefektur Yamanashi.
Kunjungan kali ini diadakan dalam rangka kegiatan Top Sales Gubernur Yamanashi di Indonesia dengan promosi anggur dan persik, serta pariwisata sebagai tujuan utamanya. Kami membagikan anggur dan persik untuk dicicipi gratis di Kem Chick Pacific Place. Juga mengundang perusahaan pariwisata serta pihak terkait lainnya untuk menghadiri kegiatan Penjelasan Daya Tarik Yamanashi di Wisma Dubes Jepang.
Sebagai gambaran, beberapa Gubernur di Jepang memiliki kegiatan Top Sales baik di dalam maupun di luar negeri, yang pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan penghasilan warga di daerahnya. Iya, dagang itu namanya. Hehe.
Yamanashi sudah dikenal sebagai wilayah dengan produksi anggur dan persik nomor satu di Jepang. Anggur dan persik dengan mutu tinggi bisa dijual dengan harga yang aduhai mahalnya. Mungkin, karena Jepang adalah negara dengan empat musim, sehingga tidak bisa menikmati buah budidaya sendiri sepanjang tahun, sehingga ketika musimnya tiba tidak ada yang ingin melewatkan kesempatan untuk menikmatinya. Ditambah, kebiasaan untuk menjadikan buah sebagai salah satu hantaran mewah.
Buah-buahan yang dijual di sini hampir semua cantik. Tidak ada yang cacat (yang dipajang di etalase). Sepertinya itu adalah syarat utama buah bisa dijual, baru setelahnya rasa yang dinilai. Tapi mungkin juga urutan itu terbalik jika dilihat dari posisi petani. Bagaimanapun juga, mereka akan berupaya supaya buah hasil budidayanya bisa lezat dan kemudian menjaga sedemikian rupa supaya cantik dipandang. Salah satu upaya untuk menjaga mutu adalah, setiap buah yang telah dipanen, harus melewati mesin sensor kadar gula. Sehingga hanya buah tertentu yang dijual ke konsumen.
Jadi tidak aneh kalau buah-buahan budidaya Jepang harganya mahal. Banyak toko yang menjajakan buah-buah yang tersimpan rapi di dalam kotak yang dipenuhi dengan busa sebagai pelindung untuk menjaga mutu buah. Tambah mahal lagi deh harga jualnya. Tenang, kalau mau yang lebih murah, minta saja yang agak cacat tampilannya. Lalu, jangan bungkus pakai kotak macam di atas. Rasa tetap sama kok. Pilihan kedua, tunggu saja kiriman dari tetangga atau kenalan anda di kantor atau dari manapun lah. Sudah biasa bagi para petani untuk membagikan buah yang tidak lolos sortir kepada orang-orang terdekat. Makanya, jangan lupa untuk punya banyak teman ya.
Kembali soal Top Sales. Untuk apa sih Gubernur jauh-jauh dagang ke Indonesia, dan juga negara-negara lainnya? Apa ada untungnya?
Seperti sudah diketahui bersama oleh para pembaca yang budiman, secara umum populasi Jepang menua. Ketika menurunnya jumlah populasi tidak terbendung, maka menjual produk ke luar negeri, serta mengundang banyak wisatawan ke dalam negeri dapat membantu perputaran roda ekonomi.
Meski berbatasan dengan Tokyo, Yamanashi daerah dengan populasi rendah dan hampir tidak ada industri besar. Namun di sisi lain, budidaya buah-buahannya cukup unggul dibandingkan wilayah lain di Jepang. Sebagai contoh, tahun 2016 jumlah anggur yang dipanen di Yamanashi mencapai 42.500 ton yang setara 23,6% produksi anggur di Jepang. Oleh karena itu buah dan produk turunannya lah yang mereka upayakan supaya dapat dikenal dan dibeli oleh banyak orang.
ASEAN yang dikenal sebagai salah satu wilayah paling stabil dan aman, serta Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar (±260 juta) serta pertumbuhan ekonomi yang baik di dalamnya adalah pangsa pasar yang menarik. Rasanya tidak sedikit negara memandang hal-hal tersebut sebagai potensi Indonesia.
Tahun ini adalah tahun percobaan ekspor pertama anggur dan persik Yamanashi ke Indonesia, melalui Jakarta. Untuk menjamin kesegarannya, buah-buah tersebut dikirim lewat udara dan menggunakan kemasan berpendingin. Ditambah bea masuk serta biaya uji dan lainnya membuat harga jualnya semakin melambung.
Buah-buahan di Kem Chick Pacific Place |
Namun, mahalnya harga jual bukan halangan bagi warga Jakarta. Pengiriman pertama habis dalam waktu kurang dari seminggu di Kem Chick Pacific Place. Padahal harganya berkisar Rp 110.000 / ons untuk persik dan Rp. 290.000 / ons untuk anggur! Tempat lain yang menjual buah-buah tersebut adalah All Fresh dan Transmart Carrefour dengan harga jual masing-masing.
Untuk jangka pendek, mungkin penjualan ini bisa dibilang berhasil. Namun, bagaimanapun juga tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membeli buah-buahan tersebut dengan harga seperti di atas. Oleh karena itu, untuk jangka panjang berbagai penelitian dilakukan supaya dapat menambah usia buah sehingga memungkinkan untuk dikirim lewat laut. Jika bisa, maka harga jual bisa ditekan. Yang artinya, lebih banyak yang mampu beli buah-buah ini.
Realitas di lapangan butuh waktu 10-14 hari untuk mencapai Jakarta dari Tokyo lewat laut. Sedangkan di antara buah-buahan yang lain, buah persik usianya singkat. Dengan teknologi pertanian saat ini tidak mungkin persik dapat bertahan hingga 3 minggu. Sehingga fokus utama penelitian di atas adalah untuk anggur.
Secara alami, buah persik hanya tersedia sekitar bulan Juni-Juli dan buah anggur tersedia di bulan Agustus-September. Ada juga yang dibudidaya di rumah kaca supaya bisa panen lebih awal. Tentunya masa panen bisa maju atau mundur tergantung cuaca pada setiap tahunnya. Mungkin sebagian besar hasilnya pun habis di dalam Jepang. Ekspor dengan jumlah tinggi pun sepertinya terbatas untuk tempat-tempat terdekat seperti Taiwan dan Hongkong.
Sekali lagi, apa sih untungnya menjual buah-buah tadi di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya? Kenapa perlu habis-habisan penelitian, promosi, dan lainnya?
Jawabannya saya dapatkan ketika Gubernur diwawancara oleh salah satu media di Jakarta. Begini tutur beliau.
“Bagaimanapun buah yang paling enak adalah buah yang baru dipetik. Segar. Kalau mau makan mangga yang manis, durian yang legit, manggis yang menyegarkan, datanglah ke Indonesia. Tapi kalau mau persik dan anggur yang lezat, datanglah ke Yamanashi. Petik sendiri. Kami sudah ada wisata petik buahnya.”
Nah itu. Bagaimanapun juga ada batasan-batasan tersendiri yang sulit dilampaui oleh produk pertanian segar untuk diekspor ke negara lain. Dengan memperkenalkan buah-buah tadi secara rutin tiap tahunnya, diharapkan akan banyak orang-orang Indonesia berkunjung dan petik buah sendiri di Yamanashi. Ini memberikan nilai tambah bagi petani. Buahnya dapat dijual dengan keuntungan lebih banyak bagi petani karena tanpa atau minim perantara antara penjual dan pembeli. Ini bentuk kerjasama antara pertanian dengan pariwisata.
Setiap tahun wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Jepang bertambah. Begitupun dengan wisatawan Jepang ke Indonesia. Untuk tahun 2017, kurang lebih 350.000 wisatawan Indonesia tercatat mengunjungi Jepang, dan 530.000 wisatawan Jepang yang tercatat mengunjungi Indonesia.
Jepang berhasil mencapai target 20 juta wisatawan pada tahun 2016 yang semula direncanakan untuk tahun 2020. Saya yakin pencapaian ini dapat diraih berkat kerjasama berbagai pihak antara pemerintahan dan swasta. Jepang menggandakan rencana capaian tersebut menjadi 40 juta pada tahun 2020. Mereka mengupayakan supaya 8 trilyun yen bisa didapatkan dari kunjungan wisatawan asing pada 2020. Itu uang, pembaca yang budiman. Bukan daun.
Nah, masih mau tanya apa untungnya?
Di Indonesia ada banyak buah segar yang bisa dinikmati sepanjang tahun, ada banyak obyek wisata yang hanya bisa dilihat di Indonesia, dan saya yakin masih banyak daya tarik lainnya.
Tapi eh tapi…Bisa tidak kita lebih arif untuk membuat rencana pariwisata berkelanjutan disaat pulau Bali mungkin akan krisis air bersih? Kemudahan apa yang bisa kita berikan bagi wisatawan asing ketika masih ada warga asing yang merasa tidak aman? Seberapa jauh wisatawan asing itu bisa kita bagi ke tiap daerah yang terbukti masih banyak berkumpul di Bali dan Jakarta? Terus apa perlu kita tiru juga cara jualan buah di luar negeri untuk mengundang wisatawan sedangkan orang lain saja ingin jualan di Indonesia? Dan seterusnya.
Wah, kalau ditulis semua nanti kepanjangan PR-nya.
Sudah ah, segitu saja dulu. Ayo kita kerjasama sesuai kemampuan masing-masing. Supaya bisa bereskan itu masalah di atas satu-persatu dan nantinya mengembangkan pariwisata di Indonesia dan membawa berkah bagi para warga setempat.
Comments
Post a Comment